Rabu, 07 Desember 2016

Bewinda Hanandita (399772)

Museum Ullen Sentalu

         Waktu itu tanggal menunjukan 25 Oktober 2016 hari Selasa. Saya dan 5 teman saya (Kafana, Nadya, Yasmin, Riris dan Irdha) pergi ke Museum Ullen Sentalu. Awalnya rencana ke museum ini masih sebagai wacana, tapi salah satu dari kami berenam langsung mengusulkan pergi ke sana pada hari itu dan kami langsung menyetujuinya. Museum Ullen Sentalu adalah museum seni dan budaya Jawa. Museum Ullen Sentalu, terletak di daerah Pakem, Kaliurang, Kabupaten Sleman, tepatnya di  Jalan Boyong KM 25, Kaliurang Barat, Hargobinangun, Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kami pergi sekitar pukul 12.45 WIB setelah kelas usai. Sesampainya di sana, kami langsung membeli tiket masuk yang harganya 30 ribu rupiah bagi orang dewasa di hari biasa (weekend = 50 ribu/orang dewasa). Di dalam museum, kami ditemani oleh guide pemandu dari awal masuk sampai selesai.

        Pada area satu, terdapat banyak lukisan penari dan beberapa gamelan. Lalu masuk ke lorong area dua, disana berisi foto-foto keluarga Keraton, baik keluarga Keraton Jogja maupun Surakarta. Di area selanjutnya kami banyak menjumpai jenis-jenis batik milik keluarga kerajaan. Sayangnya selama tour museum, kami tidak diperbolehkan untuk mengambil gambar apapun sampai pada tempat khusus untuk berfoto yang letaknya ada di akhir tour. Arsitektur museum ini sangatlah indah dan menakjubkan menurut saya. Walaupun kesan mistis sangat terasa bagi saya yang termasuk orang yang sensitive terhadap hal-hal seperti itu, namun keindahan arsitekturnya tidak bisa saya pungkiri. Ditambah dengan penggunaan alat modern dan canggih dalam pengelolaan museum, seperti penggunaan sensor otomatis untuk lampu-lampu area museum yang akan dimasuki pengunjung.

 

        Museum Ullen Sentalu bisa menjadi tujuan wisata yang wajib dikunjungi bila berkunjung ke Jogjakarta. Selain keindahan arsitekturnya, kebersihan museum ini juga patut diacungi jempol. Tak hanya itu, keramahan dari pegawai yang bekerja di museum ini juga layak diapresiasi. Museum ini buka dari hari Selasa-Minggu jam 08.30-16.00 WIB.

Museum Affandi

        Jumat 2 Desember 2016 adalah hari saya pertama kali ke Museum Affandi di Jogjakarta. Saya pergi hanya ditemani oleh Nadya. Setelah mengambil kartu Ujian Akhir Semester di kampus, saya dijemput Nadya menggunakan motor kesayangannya. Setelah itu pergilah kami ke museum Affandi. Sesampainya di museum, kami membeli tiket masuk dengan harga 20 ribu rupiah per-orang. Museum ini terbilang unik bagi saya, karna arsitekturnya yang tidak biasa. Dengan jiwa artsy yang dimiliki oleh mendiang Affandi, terbentuklah bentuk-bentuk bangunan yang ada di museum ini. Ada yang berbentuk seperti tempurung kura-kura, lalu ada yang menjulang tinggi seperti tower dan masih banyak lagi. Dengan warna bangunan yang didominasi oleh warna hijau tosca, membuat museum ini terlihat sangat mencolok jika dilihat dari jalan raya.

        Ada beberapa bagian yang dibagi dalam museum ini, ada Galeri 1, Galeri 2 dst. Di Galeri 1 berisi lukisan-lukisan asli hasil karya Affandi. Seperti lukisan “peacock”, potret diri dari Affandi, lukisan tentang istri dan keluarganya, dan masih banyak lagi. Dalam galeri 1 juga terdapat mobil kesayangan Affandi yaitu Colt Gallan tahun 1976 yang berwarna kuning kehijauan yang dimodifikasi sehingga menyerupai bentuk ikan. Ada juga lemari yang berisi cerutu milik Affandi, baju yang digunakan oleh Affandi untuk melukis beberapa karyanya dan beberapa benda lain. Lalu saya melanjutkan tour museum ke Galeri 2, namun sayang galeri 2 pada saat itu ditutup karna adanya renovasi. Akhirnya kami pergi ke galeri 3 yang berada dekat galeri 2. Di galeri 3 tempatnya cukup luas, mungkin hampir sama luasnya dengan galeri 1. Di area ini terdapat lukisan-lukisan dari istri maupun anak-anak Affandi. Disini juga terdapat televisi yang berisi film dokumenter dari Affandi dengan subtitle Belanda, namun Affandi berbicara menggunakan bahasa Inggris dalam film tersebut.

 


      Selanjutnya kami pergi ke tempat beristirahat yang bernama Cafe Loteng, karna kami mendapat layanan free ice cream atau soft drink dari tiket yang kami beli. Setelah cukup beristirahat sejenak, kami melanjutkan melihat-lihat museum unik ini.  Di dekat cafe, terdapat rumah pribadi dari keluarga Affandi. Di depannya terdapat seperti toko souvenir dan oleh-oleh dari museum Affandi ini. Disana dapat kita jumpai seperti kain batik, baju, selendang, tas dan lain-lain. Di dekat tempat itu pula terdapat kolam tanpa air yang sangat artsy dengan warna dominan ungu muda dan biru.

        Museum ini menjadi salah satu museum favorit saya, karna keunikan dan kebersihannya. Suatu kebanggaan bahwa Indonesia memiliki sosok pelukis hebat seperti Affandi. Dan kita bisa menikmati hasil-hasil karyanya di museum Affandi ini.

Museum Benteng Vredeburg

       Sabtu 3 Desember 2016, saya dan teman saya pergi mengunjungi Museum Benteng Vredeburg. Dalam kesempatan ini saya tidak bisa menikmati berkeliling museum dalam waktu yang lama karna saya harus segera ke stasiun Lempuyangan untuk kembali ke kota Solo. Saya hanya bisa berkeliling sebentar. Tapi yang saya suka dari museum ini adalah bentuk arsitekturnya yang klasik. Dalam museum ini terdapat beberapa koleksi museum yang menggambarkan perjuangan para pendiri bangsa dalam meraih kemerdekaan Indonesia, terkhusus untuk kejadian yang terjadi di kota Jogja.

Jam Buka Museum :
    Selasa - Jumat: 08.00 - 16.00 WIB
    Sabtu - Minggu: 08.00 - 17.00 WIB
    Hari Senin dan hari libur nasional: Tutup

      Untuk masuk ke museum ini tidak diperlukan biaya yang menguras dompet. Harga Tiket Masuk untuk Dewasa: Rp.2.000,00 dan Anak-anak: Rp.1.000,00. Sangat murah untuk sekelas museum dibandingkan museum-museum yang lain.


Erni Dwi Ningtyas (399774)

November ke-3, 2016
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
 

Perjalanan singkat selepas pelajaran, aku menyebutnya demikian…
Seperti biasanya, seperti mahasiswa pada umumnya. Pagi ini aku kembali merasakan rasa enggan untuk beranjak dari gumpalan-gumpalan kapas yang telah begitu nyaman, mengajakku untuk kembali tenggelam ke dalam mimpi panjang. Namun, jarum jam kamarku telah sudah menunjukkan Pukul 05.30 WIB. Dengan aras-arasen, orang jawa mengatakannya, aku beranjak dari tempat tidurku. Meninggalkan gumpalan-gumpalan kapas hangat dengan selimut pink motif bunga-bunga. Aku segera bergegas.
 
Fakultas Ilmu Budaya, di sinilah kami semua dipertemukan, sebagai mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada. Menjalani berbagai macam aktivitas perkuliahan, dari masuk pagi hingga pulang petang, dari menunggu hujan hingga tak jadi pelajaran. Dan hari ini selepas pelajaran pertama, karena kebetulan dua mata kuliah selanjutnya kosong, aku dengan beberapa kawanku memutuskan untuk pergi ke museum yang terletak di dalam kompleks Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat bersama-sama.
 
Harga karcis masuk wisata Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat begitu terjangkau untuk ukuran kantong mahasiswa seperti kami. Dengan membawa uang sebesar lima ribu rupiah dan seribu rupiah, kita sudah bisa menikmati keindahan bangunan Kraton, sejarah dan budaya yang disuguhkan dengan eloknya.




Saat kami memasuki kompleks Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, kami berkesempatan menikmati lantunan musik gamelan yang memang dapat disaksikan dan dinikmati pengunjung setiap hari Senin dan Kamis.

Museum Batik
Seperti namanya, di dalam museum ini terdapat berbagai macam koleksi kain batik dan berbagai macam baju yang dikenakan para keluarga kerajaan saat melangsungkan upacara pernikahan, upacara mitoni, tedak siten, khitanan, dan upacara tetesan. Koleksi batik di ruangan ini didominasi warna cokelat dan motif parang.


Museum Alat Dapur Kerajaan
Di dalam musium ini, terdapat berbagai macam jenis alat dapur seperti gelas, tungku, kendi, ceret, dsb. Dan ketika kami keluar dari museum ini, terdapat beberapa abdi dalem yang sedang masuk untuk melakukan upacara.




Museum Sri Sultan Hamengkubuwana IX
Di dalam museum ini, kami dibuat kagum pada sosok Sri Sultan Hamengkubuwana IX. Dengan berbagai macam piagam dari berbagai macam negara dan bahasa, foto-foto dan benda-benda peninggalan beliau saat masih kecil.







Museum Lukisan..
Di dalam museum ini, kami disuguhkan lukisan-lukisan silsilah raja-raja yang dimulai dari Sri Sultan Hamengkubuwana I. Silsilah digambarkan dalam bentuk pohon dengan buah yang melambangkan anak laki-laki dan daun yang melambangkan anak perempuan. Selain itu, terdapat banyak lukisan-lukisan para keluarga kerajaan dengan mengenakan pakaian adat jawa.







Setelah adzan dzuhur berkumandang, kami memutuskan untuk segera kembali ke kampus. Hari ini begitu mengesankan bagi kami. Sebuah perjalanan singkat setelah kami menyempatkan diri untuk mengunjungi museum di sela-sela aktivitas perkuliahan. Au revoir. Selamat berkunjung ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.



*Dibuang, sayang.. 








Ernid, Sastra Perancis 2016

Rismalita Ayu Bahendra Putri (399782)



Kunjungan museum saya lakukan bersama teman-teman sekelas saya dan kakak saya. Karena masalah manajemen waktu saya yang tidak teratur, maka saya memutuskan untuk mengunjungi Kraton Yogyakarta yang sudah terdapat beberapa musum untuk dikunjungi dalam satu waktu. Saya dan teman-teman saya berangkat bersama-sama mengendarai sepeda motor dan saling berboncengan.
Sebelum ini, saya pernah mengunjungi Kraton Yogyakarta sebelumnya. Saya masih ingat ketika dulu saya tidak bisa menangkap apa yang pemandu wisata ujarkan karena saya masih kecil dan hanya senang melihat suatu hal yang baru. Sekarang saya merasa lebih bahagia ketika mengunjungi Kraton, Karena setidaknya saya sebagai orang Yogyakarta bisa mengerti seperti apa isi Kraton sekarang.

Ketika sudah sampai, saya dan teman-teman semua langsung menuju loket. Kami semua langsung membayar biaya masuk sebesar Rp. 5000,00 dan biaya retribusi untuk kamera (termasuk kamera telepon genggam) sebesar Rp. 1000,00. Ketika kami akan memulai kujungan, saya dan teman-teman langsung didampingi oleh seorang pemandu. Pada awalnya saya dan teman-teman menolak untuk dipandu, namun karena saya merasa bosan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan, maka saya bersama kakak saya dan Fira berinisiatif untuk meminta lagi pemandu tersebut (pemandunya ibu-ibu) untuk memandu kelompok kecil kami. Lalu perjalanan pun dimulai.

Pertama-tama, rombongan kecil ini, yang terdiri dari saya, kakak saya, dan Fira, dipandu dan dijelaskan tentang Kraton secara garis besar. Seperti bagian-bagian Kraton, silsilahnya, dan bahkan penjelasan tentang pendopo utama yang tidak boleh diinjak hingga tempat tinggal Sultan sekarang. 

Kemudian kami dipandu menuju museum souvenir yang terdiri dari dua ruangan. Setiap ruangan menyimpan berbagai macam souvenir yang berasal dari berbagai macam negara, seperti Cina, Belanda, Jepang, Perancis, dsb. Souvenir-souvenir tersebut berupa kristal, guci kecil, cangkir, teko, dsb. 


                                                                Sovenir dari berbagai negara
Setelah itu, kami dipandu lagi menuju museum Sri Sultan HB IX yang sangat megah menurut saya. Bagunannya yang bertembokkan kaca, tiang dan atap yang berbentuk joglo dan berukiran sulur emas, dsb. Kami disuguhi berbagai macam benda yang dulu berhubungan dengan Sultan dari masa remaja hingga beliau menjadi salah satu orang penting di Indonesia. Dari museum tersebut, yang sangat memikat mata dan pikiran saya adalah sebuah surat yang berbahasa perancis. Saya lupa akan isinya, namun saya memfotonya.
                                                                                 foto tentang berbagai kegiatan Sri Sultan HB IX
                                                                                 foto pakaian Sri Sultan HB IX di Museum HB IX

                                                      stoples cantik dari Museum HB IX
Setelah itu, kami melanjutkan kunjungan di museum cangkir yang terdapat begitu banyak cangkir yang terbuat dari perak, kristal, kaca, dsb. Selain cangkir juga terdapat berbagai macam bentuk sendok yang jadi teman cangkir-cangkir tersebut.


Selesai kunjungan, kami memutuskan untuk menonton pertunjukan tari yang akan segera mulai, sambil menunggu teman-teman yang lain yang berkeliling sendirian.


Untuk tambahan cerita, saya akan menjelaskan beberapa isi museum yang sudah saya kunjungi. Saya pernah mengunjungi MGM (Museum Gunung Merapi). Disana terdapat banyak sekali foto-foto tentang gunung merapi, benda-benda sisa dari bencana meletusnya Gunung Merapi tahun 2010, dan batu-batuan yang terbentuk akibat aktifitas vulkanis. Saya mengunjungi museum tersebut sekitar tahun 2014.Terdapat pula maket Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Gunung Merapi sebagai obyek utamanya
                     https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7pYJ20f-EjlfvXJn5MqB7DjXhoRPKbFOuJqGWHSOVuQbV3A5sQC4rDvrejmTVJDJadzpd7RpcxOf4cp1_TQJkspqB_tqFFz-2qPh83F4Z3NlIcS1fgQgbdfFGKFOkwnKrwWmd72_m2gGE/s1600/musium+gunung+merapi.jpg

Selain MGM, saya pernah mengunjungi Museum Benteng Vredeburg, Museum Dirgantara, Museum Jogja Kembali, Museum Sono Budoyo, Gedung Agung (Istana Negara yang berlokasi di Yogyakarta), museum koleksi batu asli candi di daerah Prambanan/Kalasan, dsb. 
                                https://images.detik.com/customthumb/2013/06/13/1025/img_20130613141954_51b9729ac40d9.jpg?w=600
Hal yang saya sukai ketika pergi ke Museum Benteng Vredeburg adalah jajan di coffeshop di Museum tersebut. Indische Koffie terkesan sangat klasik dan nyaman, disana juga terdapat grand piano yang dapat dimainkan oleh pengunjung, dan toko oleh-oleh kecil yang berisi pernak-pernik pakaian.

Galuh Anindya Putri (394821)

Berkunjung ke Keraton Ngayogyakarta

Pada tanggal 3 November 2016, Saya bersama teman-teman saya pergi ke Keraton Yogyakarta. Untuk tiket masuknya saya membayar Rp 6000,00(harga mahasiswa) ditambah Rp 1000,00 untuk ijin menggunakan kamera. Disana terdapat 4 museum, dan kami mengunjungi semuanya.



4 museum tersebut yaitu:

1. Museum kristal
Museum ini digunakan untuk menyimpan koleksi kristal milik keraton. Barang berupa vas bunga, guci, set perlengkapan makan, cangkir-cangkir unik, lampu yang terbuat dari perak, porcelain serta kristal milik raja dipamerkan di Museum Kristal ini. Benda-benda ini kebanyakan berasal dari luar negeri. Salah satubenda yang saya sukai di museum ini yaitu teko kecil berwarna pink.

2. Museum Hamengkubuwono IX

Museum ini didirikan untuk mengenang jasa Sri Sultan HB IX sebagai raja dan juga sebagai pahlawan nasional. 


3. Museum Batik
Museum ini merupakan museum batik yang pertama di Yogyakarta, diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X pada tanggal 31 Oktober 2005. Disana terdapat koleksi kain-kain batik serta peralatan dan bahan-bahannya. Salah satu perlengkapannya yaitu sebuah sepeda pengangkut batik yang digunakan dari masa Sri Sultan Hamengkubuwono VIII sampai dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Tidak sedikit batik yang dipajang disini sudah berusia tua, namun tetap masih utuh karena dirawat dengan baik.

4. Museum Lukisan

Lukisan-lukisan legendaris milik keraton disimpan disini. Terdapat lukisan raja-raja, ratu-ratu, keluarga kerajaan dan lukisan silsilah kerajaan. Silsilah tersebut menuliskan keluarga kerajaan dari Sri Sultan Hamengkubuwono I - sekarang. Silsilah itu digambarkan dengan sebuah pohon dengan gambar buah yang melambangkan anak laki-laki dan daun sebagai anak perempuan.
Selain lukisan silsilah keluargaan ada salah satu lukisan yang menurut saya paling menarik yaitu karya Raden Saleh, dibuat tahun 1862, dalam lukisan ini terdapat Sri Sultan Hamengkubuwono IV menaiki kuda putih.

Tesya Imanisa S (394825)

Museum Vredeburg

     Pada salah satu hari Jumat, entah pada akhir Oktober atau awal November, saya bersama ketiga teman saya, Sofi, Municha, dan Wulan sepakat untuk mengunjungi ketiga museum. Tujuannya adalah untuk memenuhi tugas ujian akhir DDIB (Dasar-Dasar Ilmu Budaya) dari Madame Wulan, sekalian sambil jalan-jalan melihat jalanan kota Jogja setelah sekian lama disibukkan dengan kegiatan kuliah.
     
     Kami sepakat untuk kumpul di Gelanggang Mahasiswa pada jam 10. Pada saat itu, kebetulan saya ada janji konsultasi dan akan selesai pada pukul setengah 11, sehingga awalnya saya bilang akan ngaret. Tapi, karena yang lain khawatir kalau terlalu siang dan panas, saya memutuskan untuk meminta jadwal konsul saya diperpendek setengah jam sehingga beres pukul 10. Setelah itu, saya langsung bergegas ke Gelanggang , berkendara sepeda dengan kecepatan angin. Telat 5 menit : pukul 10.05. Dan disana sudah ada Wulan dan Municha, sementara Sofi entah hilang kemana, sehingga terpaksa kami harus menunggu lebih lama lagi. Sudah hampir setengah jam, Sofi belum datang, kami terus menghubunginya, dan katanya dia ada urusan yang terpaksa tidak bisa ditinggal. Attendons…attendons…attendons…akhirnya setelah hampir pukul setengah 10 lebih, dia datang sambil membawa kameranya. Tanpa basa-basi, kami langsung bergegas berangkat menuju halte bus Trans Jogja.

     Kami bertiga bukan orang Jogja asli, jadi selama di perjalanan hanya mengandalkan aplikasi google map dan bertanya pada penunggu halte. Dan, untungnya berhasil sampai di tujuan. Kami harus berjalan lumayan jauh, karena lokasi halte TJ yang jauh dari museum yang ingin kunjungi. Setelah menyeberangi jalan dan tengok sana-sini, akhirnya sampailah kita di Museum Vredeburg. Kami membeli tiket masuk yang harganya Rp 2000.

Sekilas mengenai Museum Vredeburg.
     Museum Benteng Vredeburg adalah sebuah benteng yang terletak di depan Gedung Agung dan Kraton Kesultanan Yogyakarta. Sekarang, benteng ini menjadi sebuah museum. Di sejumlah bangunan di dalam benteng ini terdapat diorama mengenai sejarah Indonesia. Benteng ini dibangun sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan residen Belanda kala itu, dengan dikelilingi oleh sebuah parit (jagang) yang sebagian bekas-bekasnya telah direkonstruksi dan dapat dilihat hingga sekarang. Benteng berbentuk persegi ini mempunyai menara pantau (bastion) di keempat sudutnya. (dikutip dari : id.wikipedia.org/wiki/Museum_Benteng_Vredeburg)

Alamat : Jl. Prof. Ki Amri Yahya No. 1, Gampingan, Wirobrajan, Pakuncen, Wirobrajan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55253

Jam Buka Museum Vredeburg 
Selasa - Jumat   : 08.00 - 14.00 WIB
Sabtu - Minggu : 08.00 - 15.00 WIB
Senin TUTUP
Hari Libur Nasional tetap buka

Harga Tiket Masuk 
-          Dewasa perorangan      :  Rp 2.000/orang
-          Dewasa rombongan      :  Rp 1000/orang
-          Anak-anak perorangan :  Rp 1000/orang
-          Anak-anak rombongan :  Rp 500/orang
-          Wisatawan mancanegara : Dewasa dan anak-anak Rp 10.000/orang



Gerbang Museum Vredeburg

Tiket masuk

     Kami bertiga pun membeli tiket dan bergegas masuk kedalam museum. Bangunan museum cukup megah, suasana saat Indonesia berada di zaman Belanda dapat terasa setelah melihat bangunan yang dikelilingi bangunan berlorong-lorong membentuk persegi dan di tengahnya terdapat halaman yang terdapat sebuah tugu, patung-patung tiruan tentara Belanda, Jepang, dan rakyat Indonesia, meriam, dan anak-anak SD dan SMP yang sedang study tour.

Taman utama yang dikelilingi bangunan berlorong


Halaman museum yang luas


Lorong museum

     Setelah sekilas melewati taman, kami masuk.ke bangunan museum. Yang pertama dirasakan adalah kesegaran AC yang menghilangkan kegerahan dan kepenatan sekejap setelah berjalan dalam cuaca panas kota Jogja. Setelah itu kami berkeliling melihat koleksi-koleksi museum. Koleksinya terlihat dipajang dengan agung dibalik kaca-kaca besar dan ada yang dipajang dengan frame. Hal yang menarik, selain papan yang menunjukkan deskripsi singkat setiap koleksi museum, di beberapa tempatnya terdapat fasilitas layar touch-screen sehingga pengunjung bisa mempelajari lebih detail koleksi museum yang terpajang.













     Berbagai koleksi museum ini menceritakan sejarah kehidupan bangsa Indonesia saat zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Mulai dari perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah, masa-masa dan proses proklamasi, dan organisasi-organisasi pada masa itu. Selain itu pula, terdapat koleksi sejarah yang menceritakan kehidupan keraton dan kesultanan di Jogja. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ada juga sejarah berdirinya UGM, cukup membanggakan bagi saya mahasiswa UGM, apalagi setelah melihat baju toga dan barang-barang milik Prof. Dr. Sardjito, rektor pertama UGM.

     Jadi kesimpulannya, segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sejarah bangsa Indonesia yang sudah dipelajari saat masa-masa sekolah terdapat disini. Tiruan dan miniatur-miniatur yang terpajang seolah-olah terlihat nyata. Kita bisa membayangkan dan merasakan berbagai suasana mencekam dan mengharukan saat masa penjajahan setelah melihat berbagai koleksi museum. Ini yang menjadi daya tarik Museum Vredeburg, museum sejarah Indonesia.


Museum Sonobudoyo

     Saya dan ketiga teman saya mengunjungi dua museum pada hari itu. Setelah Museum Vredeburg, kami mengunjungi Museum Sonobudoyo yang letaknya sekitar setengah kilometer dari Museum Vredeburg. Lagi-lagi dengan berjalan kaki untuk menuju kesana dan menyusuri jalanan yang sudah lewat tengah hari itu tidak terlalu ramai.

     Saat kami sampai di gerbang, suasananya benar-benar sepi. Dari depan museum tidak terlihat seorang pun pengunjung. Kami berusaha mencari tempat membeli tiket masuk sambil kebingungan dan bertanya-tanya apakah museumnya sedang tutup (padahal gerbangnya terbuka lebar?). Tapi kami tetap berjalan masuk dan akhirnya kami menemukan seorang pria berumur paruh baya yang menyambut kedatangan kami. Kami menandatangani buku pengunjung, membeli tiket masuk seharga Rp 3000, dan mendapat brosur. Setelah membayar tiket dan mulai berjalan untuk melihat-lihat, tiba-tiba terdengar musik gamelan yang menyambut kedatangan kita. Saya melihat sekitar, dan ternyata seorang kakek tua berpakaian adat Jawa dengan blangkonnya yang mulai memainkan gamelan, tepat setelah melihat bukti pembayaran J.

Sekilas tentang Museum Sonobudoyo.
     Museum Sonobudoyo adalah  museum sejarah dan kebudayaan Jawa, termasuk bangunan arsitektur klasik Jawa. Museum ini menyimpan koleksi mengenai budaya dan sejarah Jawa yang dianggap paling lengkap setelah Museum Nasional Republik Indonesia di Jakarta.
Museum Sonobudoyo terdiri dari dua unit. Museum Sonobudoyo Unit I terletak di Jalan Trikora No. 6 Yogyakarta, sedangkan Unit II terdapat di nDalem Condrokiranan, Wijilan, di sebelah timur Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.
     Museum yang terletak di bagian utara Alun-alon Lor dari kraton Yogyakarta itu pada malam hari juga menampilkan pertunjukkan wayang kulit dalam bentuk penampilan aslinya (dengan menggunakan bahasa Jawa diiringi dengan musik gamelan Jawa). Pertunjukan wayang kulit ini disajikan secara ringkas dari jam 08.00-10.00 malam pada hari kerja untuk para turis asing maupun turis domestik. (dikutip dari :  id.wikipedia.org/wiki/Museum_Sonobudoyo)
     Bangunan Museum Sonobudoyo merupakan rumah joglo dengan arsitektur masjid keraton kesepuhan Cirebon. Didesain oleh Ir Th Karsten. (dikutip dari : sonobudoyo.com/id/web/tentang/sekilas)

Alamat : No 6, Jl. Pangurakan Yogyakarta, Ngupasan, Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55122

Jam Buka Museum Sonobudoyo
Pameran Tetap 
Selasa - Kamis   : 08.00 – 15.30 WIB
Jumat                  : 08.00 – 14.00 WIB
Sabtu & Minggu : 08.00 – 15.30 WIB
Senin dan hari besar atau libur nasional tutup

Pagelaran Wayang 
Senin – Sabtu : 20.00 – 22.00 WIB
Minggu dan hari besar atau libur nasional tutup

Harga Tiket Masuk
Dewasa Perorangan        :  Rp. 3.000/orang
Dewasa Rombongan       :  Rp. 2.500/orang
Anak–anak Perorangan   :  Rp. 2.500/orang
Anak–anak Rombongan  :  Rp. 2.000/orang
Wisatawan Asing            :  Rp. 5.000/orang
Pagelaran Wayang          :  Rp. 20.000/orang

Gerbang Museum Sonobudoyo

Brosur museum

     Terdapat berbagai macam koleksi di Museum Sonobudoyo. Karena museum ini merepresentasikan kehidupan keraton dan adat Jawa, maka koleksinya terdiri dari berbagai kebudayaan adat Jawa, contohnya seperti wayang kulit, senjata-senjata kuno (seperti keris), topeng Jawa, gamelan, pakaian adat, batik-batik, perabotan istana keraton juga yang dipakai orang Jawa pada zaman dahulu, patung-patung, serta berbagai macam arsitektur bangunan maupun berbagai bentuk peralatan/perabotan lainnya. Semuanya menunjukkan ciri khas kebudayaan Jawa. Suasananya yang begitu tenang dan adem, mewujudkan impresi seperti apa kehidupan orang Jawa.

















     Begitulah perjalanan saya dan teman-teman saya mengeksplorasi Museum Sonobudoyo, museum kebudayaan Jawa. Hari itu cukup melelahkan, sehingga kami memutuskan untuk pulang dan berencana akan mengunjungi satu museum lagi nanti.


Jogja National Museum

     Pada hari Jumat, 18 November 2016, setelah tutor agama di sayap timur GSP, saya bersama kedua teman saya, Sofi dan Municha berangkat mengunjungi satu museum lagi. Kali ini adalah Jogja National Museum. Dari namanya, saya berpikir museum ini pasti yang terlengkap koleksinya di Jogja.

      Seperti biasa, kami pergi naik Trans Jogja. Setelah sampai, kami harus berjalan sekitar setengah kilo, karena lokasi halte tidak berdekatan dengan museum (Apa mungkin salah turun?) Kami menyusuri jalan, menyeberangi lampu merah, melewati jembatan, dan akhirnya terlihat sebuah gedung yang lumayan tinggi dan atapnya bertuliskan JNM., dengan asumsi bahwa itu adalah Jogja National Museum. Kami sempat kebingungan mencari keberadaan museumnya, karena yang terlihat cuma atapnya. Dan ternyata untuk menuju kesana kami harus berjalan melewati pasar, dan akhirnya sampailah di sebuah gedung bercat putih yang terlihat cukup tua.

     Setelah sampai disana, pagarnya tertutup, tetapi terlihat ramai di dalamnya, sehingga kami mengira sedang ada acara di museum itu. Lalu, ada seseorang yang menghampiri dari balik pagar dan memberitahu gerbang masuk untuk menuju museum. Ternyata gerbang masuk yang ditutup itu adalah gerbang untuk gedung sekolah (TK/SD/SMP), tempat keluar-masuk para siswa. Jadi, memang gedung museum dan gedung sekolah berdekatan, dan dijadikan satu lokasi.

     Kami menuju gerbang masuk yang terbuka itu, tapi tidak ada seorang pun. Kami masuk dan mencari-cari tempat membeli tiket. Di pos satpam pun, tidak ada orang yang bisa ditanyai, sehingga kami pun langsung masuk ke gedung dengan pintu kaca yang terbuka. Tapi kami tidak yakin jika itu gedung museumnya, karena dari poster yang terpajang terlihat seperti tempat pameran. Jadi kami berkeliling dulu mencari tempat museumnya. Kami malah menemukan gedung sekolah, dimana sedang ada banyak siswa disana. Kami pun menemukan sebuah jendela kecil seperti sarang burung yang dikira loket tiket, tapi ternyata bukan. Jadi kami balik lagi ke tempat pameran itu. Pada akhirnya saya menarik kesimpulan bahwa museum ini memang berupa tempat menyewakan untuk kegiatan pameran. Lalu, kami menandatangani buku pengunjung.

Sekilas tentang Jogja National Museum.
     Jogja National Museum (JNM) adalah museum dan galeri seni kontemporer yang berdiri di bawah naungan Yayasan Yogyakarta Seni Nusantara (YSSN). Kompleks bangunan JNM merupakan bekas kampus Akademi Seni Rupa Indonesia (sekarang Institut Seni Indonesia Yogyakarta) yang memiliki luas 1,4 ha dan menjadi tempat diskusi dan pameran seni. Ruang pamer yang terdapat di JNM antara lain: Ruang Fine Art Museum Gallery, Pendopo Ajiyasa, Ruang Seni Situs Patung, dan Ruang Situs Kriya. JNM menyediakan galeri khusus bernama Gallery for Citizens yang dapat digunakan oleh para seniman pemula untuk mengadakan pameran secara cuma cuma. Selain ruang pamer terdapat juga fasilitas seperti JNM Art Shop, dan kantin Situs Kriya. (dikutip dari : id.wikipedia.org/wiki/Jogja_National_Museum)

Alamat: Jl. Prof. Ki Amri Yahya No. 1, Gampingan, Wirobrajan, Pakuncen, Wirobrajan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55253

Jam Buka Jogja National Museum
Senin – Jumat  : 09.00 - 16.30
Sabtu   : 09.00 - 00.00
Minggu TUTUP

Harga Tiket Masuk
(Tergantung acara)


Tempat yang dikira loket tiket

Brosur pameran

     Saat itu sedang ada sedang ada pameran tentang perfilman. Terdapat sejarah perfilman Indonesia dan berbagai macam karya film, proses pembuatan film, organisasi/komunitas perfilman, dan sebagainya.










    Itulah pameran yang menampilkan seluk-beluk dunia perfilman. Tempatnya sederhana, nyaman, dan semua terorganisasi dengan baik. Tidak lama kami berkeliling melihat pameran, lalu kami pulang. Dan akhirnya berhasil memenuhi tugas ujian akhir mengunjungi tiga museum.

Spoiler