Museum Keraton Yogyakarta
Pada tanggal 3 November 2016 saya dan teman-teman pergi ke Keraton untuk mengunjungi beberapa museum yang ada di dalamnya. Pertama, kami masuk ke keraton suasananya lumayan sepi, tidak begitu banyak pengunjung yang datang. Lalu kami tiba di tempat yang isinya terdapat beberapa set gamelan, termasuk gamelan yang paling tua pun diletakkan di sana. Gamelan-gamelan tersebut dimainkan hanya pada waktu-waktu tertentu saja dan gemelan-gamelan tersebut juga ditutupi oleh kain, menurut saya supaya tidak terlalu kotor oleh debu. Di pendopo seberangnya terdapat beberapa orang yang duduk di depan alat-alat musik gamelan dan beberapa orang perempuan bernyanyi, ternyata pada pukul 11.00 akan diadakan pementasan tari.Lalu kami lanjut masuk lebih dalam ke wilayah Keraton. Kami juga tidak lupa untuk berfoto-foto terlebih dahulu. Setelah masuk, disebelah kanan terdapat bangunan yang tidak boleh dimasuki oleh pengunjung, hanya boleh untuk keluarga dan abdi dalem saja. Pemandangannya indah, sejuk, banyak pepohonan yang membuat suasana tidak begitu panas. Kami lanjut masuk ke museum perlengkapan dan peralatan sehari-hari yang biasa dipakai Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Semua peralatan diletakkan dalam lemari kaca, jadi pengunjung tidak dapat menyentuhnya. Mungkin tujuan diletakkan di lemari supaya tidak terkena debu terlalu banyak dan menyebabkan barang menjadi rusak. Di ruang pertama, ada alat-alat dapur yang masih terlihat bagus, ukuran alat-alat dapurnya yang lumayan besar melebihi ukuran standard biasanya. Namun sayangnya, pada saat kami sedang asyik melihat-lihat, tiba-tiba datang segerombolan anak-anak TK yang datang rombongan sehingga kami harus cepat-cepat pergi sebelum tercampur dengan mereka. Kami melanjutkan ke ruangan berikutnya yaitu ruangan baju-baju Sri Sultan HB IX. Kebanyakan yang diletakkan di sana adalah baju seragam, seperti seragam untuk berkuda, untuk bertemu pejabat, seragam pramuka, dan lain-lain. Di museum perlengkapan sehari-hari Sultan tersebut terdapat juga banyak piagam yang diperoleh Sultan, tulisan-tulisannya masih terlihat jelas.
Selanjutnya, kami masuk ke museum porselen. Banyak sekali kendi-kendi baik besar maupun kecil, piring, mangkuk, teko dan gelas-gelas mungilnya, dan benda-benda lainnya yang terbuat dari porselen. Ada pula beberapa benda yang tidak boleh dipegang, contohnya seperti kendi berukuran agak besar dan merupakan barang buatan luar negeri. Setelah selesai kami mengunjungi museum itu, kami melihat beberapa abdi dalem perempuan masuk ke dalam ruangan tempat kami keluar tadi. Ada 4 atau 5 orang yang masuk, masing-masing dari mereka membawa sesuatu. Ada yang membawa sesajen atau makanan-makanan dan seorang membawa payung. Payung yang dibawa diletakkan di tempat yang sudah disediakan di depan bangunan. Kami sempat bertanya kepada seorang abdi dalem tentang ibu-ibu tersebut. Kata bapak itu, memang selalu ada seperti itu dan itu ada namanya. Namun, sayang sekali, saya lupa nama dari kegiatan tersebut.
Kami lanjut masuk ke bangunan berikutnya, kami masuk ke museum batik. Ruangannya hanya kecil dan ada seorang bapak, abdi dalem, yang berjaga di dekat pintu sebelah dalam ruangan. Di ruangan tersebut banyak kain-kain batik yang dipajang. Banyak sekali motif-motifnya dan ada juga beberapa penjelasan mengenai upacara-upacara adat yang ada di Jogja ini. Ruangannya kecil dengan pencahayaan yang tidak begitu terang, namun hawanya tidak terlalu panas. Kami tidak terlalu lama di museum batik, setelah itu kami melanjutkan ke gedung lainnya. Di gedung berikutnya kami menemui banyak poerselen-poerselen lagi. Kali ini, kami tidak masuk terlalu jauh karena sudah agak lelah. Ruangan tersebut juga tidak terlalu besar, ukuran dan suasananya juga hampir sama dengan ruangan museum batik.
Setelah berkeliling ke beberapa museum kami istirahat sebentar di tempat duduk yang memang disediakan. Untungnya tempat tersebut terletak di bawah pepohonan yang ada di sekitar halaman. Saat duduk saya melihat banyak wisatawan, walaupun menurut saya pengunjung yang datang tidak sebanyak pada saat musim liburan. Ada wisatawan dari dalam negeri dan banyak yang dari luar negeri juga. Mereka terlihat antusias ketika melihat-lihat dan mendengarkan giude mereka. Beberapa saat sebelum duduk, saya dan beberapa teman sempat melihat ada 2 orang wisatawan perempuan yang sedang berbincang dengan seorang abdi dalem yang sudah agak sepuh. Mereka berasal dari luar kota dan mereka menanyakan beberapa pertanyaan pada bapak tersebut. Salah satu gerakan bapaknya menunjuk pada sebuah pintu yang ditutup. Lalu, saya dan teman-teman mendekat namun tidak terlalu dekat. Saya sempat mendengar mereka berbincang, dan si bapak mengatakan bahwa pintu tertutup tersebut baru dapat dimasuki pada pukul 12.00 karena di dalam sedang ada acara.
Pada pukul 12.00 lebih sedikit pintu tersebut dibuka dan pengunjung diperbolehkan masuk. Ternyata di dalam sana juga masih terdapat museum. Museum lukisan. Saat perjalanan masuk, beberapa teman berbincang dengan seorang abdi dalem yang sudah agak sepuh juga. Pada saat tiba di dalam museum kami melihat banyak lukisan-lukisan Yang berukuran lumayan besar. Ternyata, di ruangan pertama tersebut berisi banyak lukisan silsilah keluarga Keraton. Mulai dari Sri Sultan HB I hingga X, semuanya ada. Silsilah tersebut digambarkan dengan pohon-pohon dan memiliki simbol-simbol untuk mewakili Sultan dan keluarganya. Bapak abdi dalem tadi menjelaskan secara singkat lukisan-lukisan tersebut. Namun sayangnya, bapak tadi menjelaskan dengan bahasa Jawa, sehingga beberapa dari kami ada yang tidak mengerti sama sekali. Kami melanjutkan ke ruangan berikutnya, di sana banyak lukisan anak-anak Sultan dan lukisan istrinya juga. Sampai ruangan berikunya pun juga sama seperti itu. Di ruangan berikutnya, terdapat lukisan beberapa orang yang dihormati juga, namun sayangnya saya lupa itu lukisan siapa. Di sepanjang lorong jalan, terdapat banyak lukisan 3D. Lukisan yang ketika dilihat dari sisi mana pun, lukisan tersebut akan seperti mengikuti kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar