Rabu, 07 Desember 2016

Tesya Imanisa S (394825)

Museum Vredeburg

     Pada salah satu hari Jumat, entah pada akhir Oktober atau awal November, saya bersama ketiga teman saya, Sofi, Municha, dan Wulan sepakat untuk mengunjungi ketiga museum. Tujuannya adalah untuk memenuhi tugas ujian akhir DDIB (Dasar-Dasar Ilmu Budaya) dari Madame Wulan, sekalian sambil jalan-jalan melihat jalanan kota Jogja setelah sekian lama disibukkan dengan kegiatan kuliah.
     
     Kami sepakat untuk kumpul di Gelanggang Mahasiswa pada jam 10. Pada saat itu, kebetulan saya ada janji konsultasi dan akan selesai pada pukul setengah 11, sehingga awalnya saya bilang akan ngaret. Tapi, karena yang lain khawatir kalau terlalu siang dan panas, saya memutuskan untuk meminta jadwal konsul saya diperpendek setengah jam sehingga beres pukul 10. Setelah itu, saya langsung bergegas ke Gelanggang , berkendara sepeda dengan kecepatan angin. Telat 5 menit : pukul 10.05. Dan disana sudah ada Wulan dan Municha, sementara Sofi entah hilang kemana, sehingga terpaksa kami harus menunggu lebih lama lagi. Sudah hampir setengah jam, Sofi belum datang, kami terus menghubunginya, dan katanya dia ada urusan yang terpaksa tidak bisa ditinggal. Attendons…attendons…attendons…akhirnya setelah hampir pukul setengah 10 lebih, dia datang sambil membawa kameranya. Tanpa basa-basi, kami langsung bergegas berangkat menuju halte bus Trans Jogja.

     Kami bertiga bukan orang Jogja asli, jadi selama di perjalanan hanya mengandalkan aplikasi google map dan bertanya pada penunggu halte. Dan, untungnya berhasil sampai di tujuan. Kami harus berjalan lumayan jauh, karena lokasi halte TJ yang jauh dari museum yang ingin kunjungi. Setelah menyeberangi jalan dan tengok sana-sini, akhirnya sampailah kita di Museum Vredeburg. Kami membeli tiket masuk yang harganya Rp 2000.

Sekilas mengenai Museum Vredeburg.
     Museum Benteng Vredeburg adalah sebuah benteng yang terletak di depan Gedung Agung dan Kraton Kesultanan Yogyakarta. Sekarang, benteng ini menjadi sebuah museum. Di sejumlah bangunan di dalam benteng ini terdapat diorama mengenai sejarah Indonesia. Benteng ini dibangun sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan residen Belanda kala itu, dengan dikelilingi oleh sebuah parit (jagang) yang sebagian bekas-bekasnya telah direkonstruksi dan dapat dilihat hingga sekarang. Benteng berbentuk persegi ini mempunyai menara pantau (bastion) di keempat sudutnya. (dikutip dari : id.wikipedia.org/wiki/Museum_Benteng_Vredeburg)

Alamat : Jl. Prof. Ki Amri Yahya No. 1, Gampingan, Wirobrajan, Pakuncen, Wirobrajan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55253

Jam Buka Museum Vredeburg 
Selasa - Jumat   : 08.00 - 14.00 WIB
Sabtu - Minggu : 08.00 - 15.00 WIB
Senin TUTUP
Hari Libur Nasional tetap buka

Harga Tiket Masuk 
-          Dewasa perorangan      :  Rp 2.000/orang
-          Dewasa rombongan      :  Rp 1000/orang
-          Anak-anak perorangan :  Rp 1000/orang
-          Anak-anak rombongan :  Rp 500/orang
-          Wisatawan mancanegara : Dewasa dan anak-anak Rp 10.000/orang



Gerbang Museum Vredeburg

Tiket masuk

     Kami bertiga pun membeli tiket dan bergegas masuk kedalam museum. Bangunan museum cukup megah, suasana saat Indonesia berada di zaman Belanda dapat terasa setelah melihat bangunan yang dikelilingi bangunan berlorong-lorong membentuk persegi dan di tengahnya terdapat halaman yang terdapat sebuah tugu, patung-patung tiruan tentara Belanda, Jepang, dan rakyat Indonesia, meriam, dan anak-anak SD dan SMP yang sedang study tour.

Taman utama yang dikelilingi bangunan berlorong


Halaman museum yang luas


Lorong museum

     Setelah sekilas melewati taman, kami masuk.ke bangunan museum. Yang pertama dirasakan adalah kesegaran AC yang menghilangkan kegerahan dan kepenatan sekejap setelah berjalan dalam cuaca panas kota Jogja. Setelah itu kami berkeliling melihat koleksi-koleksi museum. Koleksinya terlihat dipajang dengan agung dibalik kaca-kaca besar dan ada yang dipajang dengan frame. Hal yang menarik, selain papan yang menunjukkan deskripsi singkat setiap koleksi museum, di beberapa tempatnya terdapat fasilitas layar touch-screen sehingga pengunjung bisa mempelajari lebih detail koleksi museum yang terpajang.













     Berbagai koleksi museum ini menceritakan sejarah kehidupan bangsa Indonesia saat zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Mulai dari perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah, masa-masa dan proses proklamasi, dan organisasi-organisasi pada masa itu. Selain itu pula, terdapat koleksi sejarah yang menceritakan kehidupan keraton dan kesultanan di Jogja. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ada juga sejarah berdirinya UGM, cukup membanggakan bagi saya mahasiswa UGM, apalagi setelah melihat baju toga dan barang-barang milik Prof. Dr. Sardjito, rektor pertama UGM.

     Jadi kesimpulannya, segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sejarah bangsa Indonesia yang sudah dipelajari saat masa-masa sekolah terdapat disini. Tiruan dan miniatur-miniatur yang terpajang seolah-olah terlihat nyata. Kita bisa membayangkan dan merasakan berbagai suasana mencekam dan mengharukan saat masa penjajahan setelah melihat berbagai koleksi museum. Ini yang menjadi daya tarik Museum Vredeburg, museum sejarah Indonesia.


Museum Sonobudoyo

     Saya dan ketiga teman saya mengunjungi dua museum pada hari itu. Setelah Museum Vredeburg, kami mengunjungi Museum Sonobudoyo yang letaknya sekitar setengah kilometer dari Museum Vredeburg. Lagi-lagi dengan berjalan kaki untuk menuju kesana dan menyusuri jalanan yang sudah lewat tengah hari itu tidak terlalu ramai.

     Saat kami sampai di gerbang, suasananya benar-benar sepi. Dari depan museum tidak terlihat seorang pun pengunjung. Kami berusaha mencari tempat membeli tiket masuk sambil kebingungan dan bertanya-tanya apakah museumnya sedang tutup (padahal gerbangnya terbuka lebar?). Tapi kami tetap berjalan masuk dan akhirnya kami menemukan seorang pria berumur paruh baya yang menyambut kedatangan kami. Kami menandatangani buku pengunjung, membeli tiket masuk seharga Rp 3000, dan mendapat brosur. Setelah membayar tiket dan mulai berjalan untuk melihat-lihat, tiba-tiba terdengar musik gamelan yang menyambut kedatangan kita. Saya melihat sekitar, dan ternyata seorang kakek tua berpakaian adat Jawa dengan blangkonnya yang mulai memainkan gamelan, tepat setelah melihat bukti pembayaran J.

Sekilas tentang Museum Sonobudoyo.
     Museum Sonobudoyo adalah  museum sejarah dan kebudayaan Jawa, termasuk bangunan arsitektur klasik Jawa. Museum ini menyimpan koleksi mengenai budaya dan sejarah Jawa yang dianggap paling lengkap setelah Museum Nasional Republik Indonesia di Jakarta.
Museum Sonobudoyo terdiri dari dua unit. Museum Sonobudoyo Unit I terletak di Jalan Trikora No. 6 Yogyakarta, sedangkan Unit II terdapat di nDalem Condrokiranan, Wijilan, di sebelah timur Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.
     Museum yang terletak di bagian utara Alun-alon Lor dari kraton Yogyakarta itu pada malam hari juga menampilkan pertunjukkan wayang kulit dalam bentuk penampilan aslinya (dengan menggunakan bahasa Jawa diiringi dengan musik gamelan Jawa). Pertunjukan wayang kulit ini disajikan secara ringkas dari jam 08.00-10.00 malam pada hari kerja untuk para turis asing maupun turis domestik. (dikutip dari :  id.wikipedia.org/wiki/Museum_Sonobudoyo)
     Bangunan Museum Sonobudoyo merupakan rumah joglo dengan arsitektur masjid keraton kesepuhan Cirebon. Didesain oleh Ir Th Karsten. (dikutip dari : sonobudoyo.com/id/web/tentang/sekilas)

Alamat : No 6, Jl. Pangurakan Yogyakarta, Ngupasan, Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55122

Jam Buka Museum Sonobudoyo
Pameran Tetap 
Selasa - Kamis   : 08.00 – 15.30 WIB
Jumat                  : 08.00 – 14.00 WIB
Sabtu & Minggu : 08.00 – 15.30 WIB
Senin dan hari besar atau libur nasional tutup

Pagelaran Wayang 
Senin – Sabtu : 20.00 – 22.00 WIB
Minggu dan hari besar atau libur nasional tutup

Harga Tiket Masuk
Dewasa Perorangan        :  Rp. 3.000/orang
Dewasa Rombongan       :  Rp. 2.500/orang
Anak–anak Perorangan   :  Rp. 2.500/orang
Anak–anak Rombongan  :  Rp. 2.000/orang
Wisatawan Asing            :  Rp. 5.000/orang
Pagelaran Wayang          :  Rp. 20.000/orang

Gerbang Museum Sonobudoyo

Brosur museum

     Terdapat berbagai macam koleksi di Museum Sonobudoyo. Karena museum ini merepresentasikan kehidupan keraton dan adat Jawa, maka koleksinya terdiri dari berbagai kebudayaan adat Jawa, contohnya seperti wayang kulit, senjata-senjata kuno (seperti keris), topeng Jawa, gamelan, pakaian adat, batik-batik, perabotan istana keraton juga yang dipakai orang Jawa pada zaman dahulu, patung-patung, serta berbagai macam arsitektur bangunan maupun berbagai bentuk peralatan/perabotan lainnya. Semuanya menunjukkan ciri khas kebudayaan Jawa. Suasananya yang begitu tenang dan adem, mewujudkan impresi seperti apa kehidupan orang Jawa.

















     Begitulah perjalanan saya dan teman-teman saya mengeksplorasi Museum Sonobudoyo, museum kebudayaan Jawa. Hari itu cukup melelahkan, sehingga kami memutuskan untuk pulang dan berencana akan mengunjungi satu museum lagi nanti.


Jogja National Museum

     Pada hari Jumat, 18 November 2016, setelah tutor agama di sayap timur GSP, saya bersama kedua teman saya, Sofi dan Municha berangkat mengunjungi satu museum lagi. Kali ini adalah Jogja National Museum. Dari namanya, saya berpikir museum ini pasti yang terlengkap koleksinya di Jogja.

      Seperti biasa, kami pergi naik Trans Jogja. Setelah sampai, kami harus berjalan sekitar setengah kilo, karena lokasi halte tidak berdekatan dengan museum (Apa mungkin salah turun?) Kami menyusuri jalan, menyeberangi lampu merah, melewati jembatan, dan akhirnya terlihat sebuah gedung yang lumayan tinggi dan atapnya bertuliskan JNM., dengan asumsi bahwa itu adalah Jogja National Museum. Kami sempat kebingungan mencari keberadaan museumnya, karena yang terlihat cuma atapnya. Dan ternyata untuk menuju kesana kami harus berjalan melewati pasar, dan akhirnya sampailah di sebuah gedung bercat putih yang terlihat cukup tua.

     Setelah sampai disana, pagarnya tertutup, tetapi terlihat ramai di dalamnya, sehingga kami mengira sedang ada acara di museum itu. Lalu, ada seseorang yang menghampiri dari balik pagar dan memberitahu gerbang masuk untuk menuju museum. Ternyata gerbang masuk yang ditutup itu adalah gerbang untuk gedung sekolah (TK/SD/SMP), tempat keluar-masuk para siswa. Jadi, memang gedung museum dan gedung sekolah berdekatan, dan dijadikan satu lokasi.

     Kami menuju gerbang masuk yang terbuka itu, tapi tidak ada seorang pun. Kami masuk dan mencari-cari tempat membeli tiket. Di pos satpam pun, tidak ada orang yang bisa ditanyai, sehingga kami pun langsung masuk ke gedung dengan pintu kaca yang terbuka. Tapi kami tidak yakin jika itu gedung museumnya, karena dari poster yang terpajang terlihat seperti tempat pameran. Jadi kami berkeliling dulu mencari tempat museumnya. Kami malah menemukan gedung sekolah, dimana sedang ada banyak siswa disana. Kami pun menemukan sebuah jendela kecil seperti sarang burung yang dikira loket tiket, tapi ternyata bukan. Jadi kami balik lagi ke tempat pameran itu. Pada akhirnya saya menarik kesimpulan bahwa museum ini memang berupa tempat menyewakan untuk kegiatan pameran. Lalu, kami menandatangani buku pengunjung.

Sekilas tentang Jogja National Museum.
     Jogja National Museum (JNM) adalah museum dan galeri seni kontemporer yang berdiri di bawah naungan Yayasan Yogyakarta Seni Nusantara (YSSN). Kompleks bangunan JNM merupakan bekas kampus Akademi Seni Rupa Indonesia (sekarang Institut Seni Indonesia Yogyakarta) yang memiliki luas 1,4 ha dan menjadi tempat diskusi dan pameran seni. Ruang pamer yang terdapat di JNM antara lain: Ruang Fine Art Museum Gallery, Pendopo Ajiyasa, Ruang Seni Situs Patung, dan Ruang Situs Kriya. JNM menyediakan galeri khusus bernama Gallery for Citizens yang dapat digunakan oleh para seniman pemula untuk mengadakan pameran secara cuma cuma. Selain ruang pamer terdapat juga fasilitas seperti JNM Art Shop, dan kantin Situs Kriya. (dikutip dari : id.wikipedia.org/wiki/Jogja_National_Museum)

Alamat: Jl. Prof. Ki Amri Yahya No. 1, Gampingan, Wirobrajan, Pakuncen, Wirobrajan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55253

Jam Buka Jogja National Museum
Senin – Jumat  : 09.00 - 16.30
Sabtu   : 09.00 - 00.00
Minggu TUTUP

Harga Tiket Masuk
(Tergantung acara)


Tempat yang dikira loket tiket

Brosur pameran

     Saat itu sedang ada sedang ada pameran tentang perfilman. Terdapat sejarah perfilman Indonesia dan berbagai macam karya film, proses pembuatan film, organisasi/komunitas perfilman, dan sebagainya.










    Itulah pameran yang menampilkan seluk-beluk dunia perfilman. Tempatnya sederhana, nyaman, dan semua terorganisasi dengan baik. Tidak lama kami berkeliling melihat pameran, lalu kami pulang. Dan akhirnya berhasil memenuhi tugas ujian akhir mengunjungi tiga museum.

Spoiler


Tidak ada komentar:

Posting Komentar